Tantangan Pendidikan Islam di Era Millenium
esoftHMD310x Buletin-khidmah Gagasan
Oleh Aniyatul Muzdalifah*)
Tantangan pendidikan Islam saat ini jauh berbeda dengan tantangan pendidikan Islam pada zaman klasik dan pertengahan, baik secara internal maupun eksternal. Tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan pertengahan cukup berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah diatasi. Secara internal, ummat Islam pada masa masa klasik masih fresh (segar). Masa kehidupan mereka dengan sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah, masih dekat. Semangat dalam berjuang memajukan Islam juga masih amat kuat. Sedangan secara eksternal, ummat Islam belum menghadapi ancaman yang serius dari negara-negara lain, mengingat keadaan negara-negara lain (Eropa dan Barat) masih belum maju seperti sekarang.
Tantangan pendidikan Islam di zaman sekarang, selain menghadapi pertarungan ideologi-ideologi besar dan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, juga arus globalisasi saat ini menimbulkan berbagai macam perubahan pola dari segala aspek kehidupan. Di era sekarang, dunia pendidikan mau tak mau harus menerima perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang sebagian besar bersumber dari negara-negara Barat. Tidak mungkin teknik pendidikan Islam hanya dilakukan melalui cara-cara lama seperti ceramah dalam menyampaikan materi. Tetapi, pendidikan yang berbasis teknologi mutlak diperlukan, seperti melalui LCD, laboratorium bahasa, dsb.
Menurut Daniel Bell, di era globalisasi saat ini, keadaan dunia ditandai oleh lima kecenderungan: Pertama, kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa, memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang berakhlak baik, melainkan juga untuk menghasilkan manusia-manusia yang economic minded, dan penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan material yang sebesar-besarnya.
Kedua, kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat. Mereka semakin membutuhkan perlakuan yang adil, demokratis, egaliter, transparan, akuntabel, cepat, tepat, dan profesional.
Ketiga, kecenderungan penggunaan teknologi tinggi (high technologie) khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti computer, laptop, gadget, dsb. Kehadiran TIK menyebabkan terjadinya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, tidak dibatasi waktu dan tempat. Sementara itu, peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semacam fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidik saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan (agen of knowledge). Keadaan ini pada gilirannya mengharuskan adanya model pengelolaan pendidikan yang berbasis TIK.
Keempat, kecenderungan Interdependensi (kesaling-tergantungan), yaitu suatu keadaan di mana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain. Berbagai siasat dan strategi yang dilakukan negara-negara maju untuk membuat negara-negara berkembang bergantung kepadanya. Ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Adanya badan akreditasi pendidikan, baik pada tingkat nasional maupun internasional, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhadap pengakuan dari pihak eksternal.
Kelima, kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new colonization in culture) yang mengakibatkan terjadinya pola pikir (mindset) masyarakat pengguna pendidikan, dari yang semula belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual, moral, fisik, dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Kecenderungan budaya yang demikian itu menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik (di akhirat) kurang diminati. Keadaan ini mengharuskan para guru atau ahli agama untuk melakukan reformulasi, reaktualisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama, sehingga ajaran agama akan lebih efektif dan transformatif.
Lembaga pendidikan Islam tidak boleh hanya berpangku tangan melihat fenomena ini, harus lebih terampil dalam menyelenggarakan pendidikan. Pertama, Pendidikan Islam membutuhkan sumber daya manusia yang handal, artinya ahli dalam pengaplikasian dan tidak hanya ahli dalam presentasi saja.
Kedua, memiliki komitmen dan etos kerja yang tinggi. komitmen untuk memperjuangkan umat Islam untuk selamat dari tantangan yang setiap hari semakin menggerogoti budaya Islam. Keteguhan hati sangat penting untuk mengaplikaiskan pendidikan Islam yang sudah diuploud oleh umat Islam sendiri.
Untuk dapat melakukan tugas ini, pendidikan Islam membutuhkan unit penelitian dan pengembangan (research and development) yang terus berusaha meningkatkan dan mengembangkan pendidikan Islam. Hanya dengan usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan itulah, pendidikan Islam akan dapat merubah tantangan menjadi peluang. Semoga!
*) Santri PP. Nurul Jadid dan Mahasiswi semester II STT Nurul Jadid Paiton Probolinggo.