Media Dakwah

BUMIAswaja

Media Dakwah MWCNU Pragaan

Sastra Tasawuf

Jumat, 3 Januari 2014 00:38 WIB
314x Buletin-khidmah Esai

Oleh Asy’ari Khatib*)


 

Ada sebuah realitas menarik terkait pembicaraan tentang satra—khususnya puisi—dalam hubungannya dengan tasawuf. Rentang sejarah tasawuf banyak  sekali dihiasi kreativitas sastra, berbentuk puisi. Demikian pula perjalanan sejarah puisi, diperkaya dengan entitas puisi yang penuh nuansa tasawuf. Keduanya hadir secara harmonis. Saling melengkapi, saling mengisi. Seolah-olah dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Jika hilang salah satunya, mata uang itu tak lagi punya makna. Lalu, sebuah pertanyaan mengemuka; mengapa antara dunia sastra (puisi) dan tasawuf terjalin hubungan yang amat erat?

Abdul Hadi WM. mengemukakan jawaban alternatif. Bahwa, baik puisi maupun pengalaman tasawuf sama-sama bersifat personal, bahkan impersonal. Pengalaman rohani yang mendalam, sehingga sulit dikomunikasikan secara prosais verbal. Maka, jadilah pengalaman rohaniah tasawuf itu sesuatu yang tidak semua media verbal dapat mengungkapkannya. Butuh media khusus yang memiliki sifat yang sama. Dan puisilah yang memiliki kesamaan spesifik itu. Jadi bisa dikatakan, hubungan antara keduanya adalah hubungan media dan isi. Puisi adalah media, dan pengalaman tasawuf adalah isi.

Disamping alternatif di atas, ada realitas lain yang menjadikan puisi begitu intens terkait dengan pengalaman tasawuf. Yaitu kenyataan bahwa Al-Qur’an sebagai kitab suci, yang dibaca dengan sepenuh hati, memiliki potensi irama puitis yang dahsyat. Siapapun yang membacanya dengan jiwa terbuka, pasti akan tergugah dan terangsang untuk menampilkan pengalaman rohani yang diperoleh darinya dengan gaya ungkap yang serupa.

Para sufi berpandangan, Al-Qur’an bukan sekedar teks denotatif. Yakni teks yang hanya menampilkan makna tekstual an sich. Lebih dari itu, Al-Qur’an haruslah dipandang sebagai teks konotatif. Yakni teks yang menyimpan makna tersembunyi; makna di balik suratan kata. Tanpa pemaknaan konotatif, menurut para sufi, kita tidak akan pernah sampai pada tujuan pokok Al-Qur’an. Dan ruh kita pun tidak merasakan getaran magnit ilahiyat.

Dengan cara dan pandangan demikian, maka Sayyid Husen Nasr menegaskan, hanya kaum sufi sajalah yang mampu menyingkap cadar kecantikan dan keindahan sebagian Al-Qur’an. Kecantikan yang lalu mengundang kerinduan. Dan keindahan yang hanya mungkin dirasakan melalui cita rasa dan hati yang penuh gairah cinta. Maka, pada tataran realitas batiniah inilah, tidak berlebihan kiranya kalau beliau menyebut karya para sufi itu sebagai “wahyu kedua” Islam.

Jadi jelas, bahwa konsentrasi kaum sufi terfokus pada energi dan kekuatan rohani, kekuatan hati nurani. Mereka melandaskan keyakinan-keyakinannya pada rasa dan pengetahuan naluriah. Dalam pandangan mereka, segala sesuatu di dunia ini hanyalah merupakan bayangan, atau paling tidak perlambang dari realitas-realitas rohaniah. Oleh karenanya, kaum sufi mengungkapkan pengalaman rohaniahnya itu dengan cara menciptakan hubungan yang harmonis antara gagasan keagamaan dan keduniawian,  antara imaji-imaji profan dan sakral, antara dunia lahir dan batin, antara hal-hal yang sifatnya batiniah dan lahiriyah.

 

Rumi menulis begini:

Bahagialah aku

Berada dalam mutiara hati

Hingga terlecut badai kehidupan

Bak ombak terhempas, aku melesat

 

Satu kata yang menjadi pusat apresiasi dalam dunia sufi adalah kata cinta. Tentu saja cinta di sini bukan cinta profan, melainkan cinta sakral, yaitu cinta kepada Tuhan. Bahkan bagi mereka, cintalah yang terdalam dan paling merasuk dibanding jenis perasaan lainnya. Dalam arus cinta ilahi inilah, kaum sufi melabuhkan puncak keyakinannya.

 

Anshari menulis begini:

Tuhan, menemuiMu

Adalah satu-satunya hasratku

Namun memahamiMu

Jauh dari jangkauku

MengingatMu adalah hiburan

Bagi hatiku rengsa

MembayangkanMu adalah teman setiaku

Kusebut namaMu berulang-ulang siang malam

Nyala cintaMu kemilau

Menerangi gelap malam-malamku

 

Al-Ghazali menyebut cinta ini sebagai puncak pendakian spiritual menuju hadirat Allah. Ibarat sebatang pohon, begitu orang menaiki maqam cinta, dan hati berhasil merengkuhnya, maka dia akan segera memetik dan menikmati buahnya, berupa syauq, uns, ridla, dan lainnya. Tapi tak semudah itu hati bisa mencapai cinta ilahiyat. Dia harus melewati berbagai tahapan terlebih dahulu, seperti taubat, sabar, zuhud, dan lain-lain.

Wallahu a’lam.

 

*) pencinta sastra, tinggal di Kab. Sumenep

  • Ahad, 8 Februari 2015 09:06 WIB Mencium Tangan Guru Dianjurkan

    DISKRIPSI MASALAH Salah satu tradisi warga NU ketika bertemu warga NU lainnya mereka berjabat tangan (asalaman). Bahkan tidak hanya sekedar itu, akan tetapi ada pula yang sampai mencium tangan dengan alasan takdzim, apabila yang mereka jumpai adalah orang alim atau gurunya.   PERTANYAAN Bagaimana

  • Ahad, 8 Februari 2015 08:45 WIB Sosialisasi Korporatisasi Garam Rakyat

    Sosialisasi korporatisasi garam rakyat makin gencar dilakukan PBNU. Seperti yang dilakukan hari Sabtu (7-2-2015) di kantor MWC NU Pragaan, Tim sosialisasi bersama Ketua PCNU Sumenep jumpai petani garam rakyat yang ada di MWC NU Pragaan. Dalam arahannya Ketua Tim Rokib Ismail mengatakan bahwa pemerintah akan

  • Ahad, 1 Februari 2015 22:49 WIB NU Pragaan Mulai Gencarkan Info KARTANU

    Jaddung menjadi ranting NU pertama yang didatangi Tim Kartanu MWC NU Pragaan. Setelah pagi harinya membentuk TIM, sore harinya Ahad (1-2-2015) di kediaman KH. Asnawi Sulaiman PP Al-Ihsan Jaddung TIM Kartanu sosialisasikan Kartanu kepada pengurus dan warga yang ikut perkumpulan ranting. Rais Syuriyah KH. Moh.

  • Sabtu, 31 Januari 2015 22:47 WIB PWNU Ajak PCNU Genjot Kartanu Jilid II

    Meskipun sepanjang pagi diguyur hujan, tak menyurutkan PWNU merapat dengan PCNU dan MWC NU se Kabupaten Sumenep, sabtu (31-01-2015). PWNU sebutkan perolehan Kartanu Sumenep baru 17.000. Jumlah ini masih terbilang sedikit bila dibandingkan dengan PCNU lain. Padahal Sumenep potensi kewargaannya kuat. KH.

  • Rabu, 28 Januari 2015 04:06 WIB LPNU Study Pengelolaan Penggemukan Sapi

    Takut keliru dalam memulai usaha penggemukan ternak, pengurus LPNU adakan study awal pendirian kandang komunal, dan pemeliharaan sapi, pada hari Rabu, 28 Januari 2015. Lokasi study  yang dipilih adalah Kelompok Tani di Pamekasan Madura. Kelompok tani ini telah punya banyak pengalaman mengikuti pendidikan

  • Jumat, 23 Januari 2015 04:10 WIB LPNU Pertajam Program Penggemukan Sapi

    Sehari setelah dilantik, Lembaga Perekonomian NU Pragaan langsung tancap gas gelar rapat lanjutan di Kantor MWC NU Pragaan, Jum’at, 23 Januari 2015 M. Rapat yang dimulai pada jam 15.00 Wib ini mempertajam program unggulan LPNU yaitu penggemukan ternak sapi dengan kandang komunal. Penggemukan sapi dengan

  • Kamis, 22 Januari 2015 15:00 WIB NU Aeng Panas Bangkit Adakan Haul Akbar

    Seolah ingin menepis anggapan ranting NU yang mati, pengurus baru Ranting NU Aeng Panas bangkit mengadakan kegiatan rutin bulanan berupa pengajian kitab dan konsolidasi, bergiliran dari rumah pengurus ke rumah pengurus lainnya. Bulan maulid tahun inipun dengan bangga mengadakan Haul Akbar dan Peringatan Maulid

  • Jumat, 3 Januari 2014 00:38 WIB Sastra Tasawuf

    Oleh Asyari Khatib*)   Ada sebuah realitas menarik terkait pembicaraan tentang satrakhususnya puisidalam hubungannya dengan tasawuf. Rentang sejarah tasawuf banyak sekali dihiasi kreativitas sastra, berbentuk puisi. Demikian pula perjalanan sejarah puisi, diperkaya dengan entitas puisi yang penuh

  • Kamis, 2 Januari 2014 11:08 WIB Teologi Kultural

    Pak Kuntowijoyo pernah mengklaim Muhammadiyah telah berdosa besar terhadap dunia kebudayaan Indonesia. Pasalnya, Muhammadiyah telah menggusuratau paling tidak, bersikap antipati terhadaptradisi-tradisi lokal atau ritus-ritus keagamaan yang dipandang bersentuhan dengan konsep kuffarat, khurafat, dan tahayul.

  • Rabu, 1 Januari 2014 04:10 WIB Lubang Kesabaran

    Oleh: K.A. Dardiri Zubairi Sekretaris PC NU Sumenep   Suatu hari ketika naik motor bersama istri dan anak, saya sempat kesal dan mengeluh ketiba tiba di jalan berlubang dan rusak. Kiran-kira 200 meteran, jalan berkubang mulai sejak sisi kiri, kadang di tengah, kadang di sisi kanan. Akibat jalan rusak

  • Selasa, 24 Desember 2013 09:42 WIB Mengintip Geliat Sastra Kampung

    Oleh Sahli Hamid*)   Perdana Menteri Singapura mewajibkan rakyatnya membaca karya sastra. Kuntowojoyo mengatakan kalau masyarakat Indonesia ingin baik, mereka maka harus membaca karya sastra.   Menarik sekali membincang sastra kampung, atau yang biasa disebut sastra pedalaman. Sastra yang

Memuat Data...

Siapkan Identitas
Khusus Warga Kecamatan Pragaan