Rahasia Masa ?Iddah
Sipe207x Buletin-khidmah Muslimah
Dalam ajaran Islam, wanita yang telah bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya, diharuskan melakukan “masa tunggu” selama beberapa waktu, sebelum menikah lagi dengan lelaki lain. Dalam istilah fiqh, masa tunggu tersebut dinamakan ‘iddah. Kewajiban ‘iddah didasarkan pada Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 4, yang menegaskan bahwa masa ‘iddah bagi wanita yang bercerai dan sudah tidak haid (menopause) adalah tiga bulan; dan bagi wanita hamil ialah sampai melahirkan.
Hikmah dari pemberlakuan ‘iddah, menurut ulama, ialah untuk memastikan bahwa si wanita tidak sedang hamil dari mantan suaminya. ‘Iddah berfungsi untuk menghindari ketidakjelasan garis keturunan; agar jelas apakah anak yang akan lahir kelak adalah keturunan dari suami pertama atau dari suami kedua. Lebih dari itu, ‘iddah juga mencerminkan keseriusan wanita pada tali pernikahannya. Dan jika kasusnya adalah perceraian, maka selama masa `iddah, ia tetap berhak mendapatkan nafkah.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan modern, hikmah di balik hukum ‘iddah sedikit demi sedikit mulai terkuak. Berawal dari penemuan Robert Guilhem, seorang pakar genetika di Albert Einstain College Amerika Serikat (AS). Pada awalnya, pria berdarah Yahudi ini melakukan penelitian terhadap sidik (bekas atau rekam jejak) hasil hubungan persetubuhan suami-istri. Guillem menemukan, setiap laki-laki pasti meninggalkan sidik atau rekam jejak pada tubuh setiap perempuan yang disetubuhinya. Jika pasangan ini setiap bulan tidak melakukan persetubuhan, maka sidik itu perlahan-lahan akan hilang antara 25-30 persen. Setelah tiga bulan berlalu, sidik itu akan hilang secara keseluruhan. Berarti, simpul Guillem, perempuan yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya, akan siap menerima sidik laki-laki lain setelah 3 bulan masa ‘iddah.
Belum puas dengan hasil riset di laboratorium, Guillem melakukan penelitian langsung ke lapangan. Pertama-tama ia terjun ke perkampungan warga Muslim keturunan Afrika yang tinggal di AS. Di sana, Guillem menemukan, setiap wanita hanya mengandung (hamil) dari jejak sidik pasangan mereka saja. Kemudian, Guillem melanjutkan penelitiannya ke beberapa perkampungan non-Muslim di AS. Guillem menemukan, para wanita di sana mengandung dari jejak sidik beberapa orang lelaki. Artinya, wanita-wanita non-Muslim di AS rata-rata melakukan hubungan intim dengan pria lain di luar pernikahan yang sah.
Yang mengagetkan, ketika Guillem melakukan penelitian terhadap istrinya sendiri, ternyata ditemukan bahwa istrinya memiliki 3 rekam sidik laki-laki. Ketiga sidik itu, simpul Guillem, adalah sidik dirinya sendiri dan sidik 2 orang laki-laki lain selingkuhan istrinya. Bahkan Guillem juga menemukan bahwa hanya satu dari tiga anaknya yang berasal dari dirinya. Sedangkan 2 anak lainnya adalah hasil hubungan gelap dengan laki-laki lain.
Setelah penemuan-penemuan ini, akhirnya Guilhem meyakinkan diri untuk memeluk agama Islam. Ia yakin, Islam lah agama yang menjaga martabat perempuan dan menjaga keutuhan kehidupan sosial. Ia juga yakin bahwa wanita Muslimah adalah wanita paling bersih di muka bumi. (Sipe, dari berbagai sumber)