Media Dakwah

BUMIAswaja

Media Dakwah MWCNU Pragaan

K? Rawi Mendidik dengan Ihsan

Jumat, 3 Januari 2014 01:09 WIB
320x Buletin-khidmah Inspirasi

Oleh Dr. Ach. Maimun Syamsuddin, M.Ag.


Dosen Filsafat Fakultas Ushuluddin INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep


 

             “Alhamdulillah…,” gumamnya lirih, sambil membungkuk turun dari surau gedek, setelah santri-santri kecilnya bubar sambil berebut sandal. Segera ia menuju rumah sederhana berlantai semen di sebelah utara surau itu. Hampir bersamaan dengan kaki kanannya masuk rumah, seorang tamu datang. “Assalamu’alaikum.”

Wa’alaikumumussalam... Mari, silahkan Mus. Sendirian?” Ke Rawi menyambut dengan ramah.

“Iya K?h, sendiran.” Rupanya yang datang Mustafid, santrinya dulu yang sekarang sudah sarjana dan mengajar di madrasah kampung sebelah.

Kok kelihatan capek?”

“Pikiran saya yang capek, keh” Mustafid merespon singkat.

Emang, kenapa?.”

“Itu keh..., orang-orang pada ribut tunjangan fungsional, karena dapatnya beda. Yang ngajar di sekolah A dapat 300 ribu, tapi di lembaga B dapat 750 ribu, kemudian di madrasah C dapat lebih dari 1 juta,” Mustafid kelihatan kesal.

            “Mus, mengapa jadi mengeluh begitu. Kan sudah dapat. Itu nikmat Allah, tidak semua orang bisa mendapatkannya. Jangan biasakan melihat jumlahnya, tapi dari siapa uang itu didapat. Betapa kita lancang pada Allah, sudah diberi nikmat masih mengeluh.”


            “Yaaa, bukan masalah syukur atau tidak, keh. Tapi ini kan permainan kepala sekolah. Ada yang rakus hingga hak guru digunakan untuk kepentingan pribadi,” Mustafid berusaha menjelaskan.


            “Kita memang mudah berbuat dosa. Sudah tidak bisa menyukuri nikmat, menuduh yang tidak jelas pula. Bukankah yang seperti ini fitnah?” K? Rawi meluruskan.


            “Ini nyata lho, k?h!”


            “Kalaupun nyata, membicarakan kejelekan orang itu juga dosa besar lho, Mus. Apa dengan membicarakan kejelekan orang, kita menjadi benar dan lebih baik? Bukankah kita sama-sama berbuat dosa tapi dalam bentuk yang berbeda? Kalau tak bisa memperbaiki kesalahan orang, sebaiknya doakan saja semoga dia mendapat hidayah dan semoga kita tidak berbuat hal yang sama. Jika melihat orang yang lebih jahat dari kita, jangan merasa lebih baik, karena bisa jadi dia bertobat dan tobatnya diterima Allah, sementara kita tidak mendapat pengampunan dosa karena merasa tidak berdosa, na’udzubillah!”


            “Mengapa upaya meningkatkan kesejahteraan guru malah jadi negatif ya k?h?” Rupaya Mustafid tidak kesal lagi.


            “Tidak. Tidak negatif. Itu baik. Kita saja yang menyikapinya negatif karena kita negatif thinking. Guru harus sejahtera dan usaha pemerintah sudah benar. Tentu saja ini nikmat dari Allah. Tapi jangan lupa, ini juga ujian apakah kita bisa menyukuri dan menggunakannya dengan baik. Banyak orang TIDAK lulus ujian kenikmatan. Makanya para sufi justru susah kalau mendapat kenikmatan, karena mereka takut tidak bisa menggunakannya dengan baik. Mereka lebih senang mendapat musibah, karena bagi mereka sabar lebih gampang dari pada syukur.”


            “Tapi sepertinya, para guru sekarang lebih banyak yang memikirkan diri sendiri dari pada memikirkan muridnya.”


            “Jangan sebut para guru, karena kita tidak tahu persis apa yang ada di hati mereka. Perbuatan bisa sama, tapi niat bisa beda. Kalau kamu merasa lebih banyak memikirkan diri sendiri dari pada murid, jangan bilang para guru, bilang ‘saya’ saja.”


            “Kalau K? Rawi sendiri, gimana ngajar ngaji santri-santri di sini?”


            “Aku merasa sangat beruntung karena diberi kesempatan oleh Allah untuk mengajar ngaji anak-anak tetangga. Aku benar-benar bersyukur.”


            “K? Rawi senang, bangga?”


            “Ya, sangat senang, haru, dan bersyukur. Karena Allah yang mengirim anak-anak tetangga itu ke sini. Aku diberi kesempatan oleh Allah untuk mengajarkan firman-Nya. Allah mengantar mereka dikawal para malaikat rahmah. Setiap hari, aku selalu ingin Maghrib segera tiba, untuk menyambut kedatangan mereka. Sungguh kebahagiaan dan kehormatan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Mungkin aku harus belajar menulis puisi kepadamu untuk bisa mengungkapkan kebahagiaan itu.”


            “Bagaimana caranya agar bisa merasa begitu, keh?”


            “Semua ini anugerah Allah, melalui perantara doa para guru, orang tua, juga doa murid-muridku.”


            “Saya kok tidak bisa merasa begitu ya, K?h?” wajah Mustafid tampak lesu.


            “Bukan tidak merasa, tapi belum merasa. ‘Tidak’ dan ‘belum’ itu berbeda dan menunjukkan perbedaan cara berpikir.”


            “Kalau begitu, mengapa saya belum merasa begitu saat ngajar, keh?”


            “Sederhana.., berdoa dan berusaha. Dulu aku merasa gajar ngaji itu jabatan yang diberikan Allah. Ini tugas dari Allah, bukan hanya dari kepala sekolah atau kepala desa. Aku terharu karena diberi tugas mulia oleh Dzat yang Maha Mulia. Aku harus melakukannya dengan baik, karena Allah mengontrol langsung setiap saat. Aku selalu mohon ampun atas kesalahanku saat melaksanakan tugas. Bahagia yang bersatu dengan ketakutan, itulah yang membuatku lupa berharap pahala dari Allah.”


            “Astaghfirullah...!” Mustafid menunduk.


            “Sebenarnya itulah ihsan ajaran Rasulullah, beribadahlah kepada Allah seolah melihat-Nya. Kalau tidak, Allah benar-benar melihat segala tindakan kita. Bukankah mengajar juga ibadah?”


            “Benar keh. Terima kasih banyak K?h, saya pamit dulu.”


            “Lho...kok buru-buru?”


            “Gak apa-apa, K?h. Assalamu’alaikum,” Mustafid bergegas tanpa alasan jelas, tapi matanya tampak berkaca.


            “Wa’alaikumusalam....”  ()

  • Ahad, 8 Februari 2015 09:06 WIB Mencium Tangan Guru Dianjurkan

    DISKRIPSI MASALAH Salah satu tradisi warga NU ketika bertemu warga NU lainnya mereka berjabat tangan (asalaman). Bahkan tidak hanya sekedar itu, akan tetapi ada pula yang sampai mencium tangan dengan alasan takdzim, apabila yang mereka jumpai adalah orang alim atau gurunya.   PERTANYAAN Bagaimana

  • Ahad, 8 Februari 2015 08:45 WIB Sosialisasi Korporatisasi Garam Rakyat

    Sosialisasi korporatisasi garam rakyat makin gencar dilakukan PBNU. Seperti yang dilakukan hari Sabtu (7-2-2015) di kantor MWC NU Pragaan, Tim sosialisasi bersama Ketua PCNU Sumenep jumpai petani garam rakyat yang ada di MWC NU Pragaan. Dalam arahannya Ketua Tim Rokib Ismail mengatakan bahwa pemerintah akan

  • Ahad, 1 Februari 2015 22:49 WIB NU Pragaan Mulai Gencarkan Info KARTANU

    Jaddung menjadi ranting NU pertama yang didatangi Tim Kartanu MWC NU Pragaan. Setelah pagi harinya membentuk TIM, sore harinya Ahad (1-2-2015) di kediaman KH. Asnawi Sulaiman PP Al-Ihsan Jaddung TIM Kartanu sosialisasikan Kartanu kepada pengurus dan warga yang ikut perkumpulan ranting. Rais Syuriyah KH. Moh.

  • Sabtu, 31 Januari 2015 22:47 WIB PWNU Ajak PCNU Genjot Kartanu Jilid II

    Meskipun sepanjang pagi diguyur hujan, tak menyurutkan PWNU merapat dengan PCNU dan MWC NU se Kabupaten Sumenep, sabtu (31-01-2015). PWNU sebutkan perolehan Kartanu Sumenep baru 17.000. Jumlah ini masih terbilang sedikit bila dibandingkan dengan PCNU lain. Padahal Sumenep potensi kewargaannya kuat. KH.

  • Rabu, 28 Januari 2015 04:06 WIB LPNU Study Pengelolaan Penggemukan Sapi

    Takut keliru dalam memulai usaha penggemukan ternak, pengurus LPNU adakan study awal pendirian kandang komunal, dan pemeliharaan sapi, pada hari Rabu, 28 Januari 2015. Lokasi study  yang dipilih adalah Kelompok Tani di Pamekasan Madura. Kelompok tani ini telah punya banyak pengalaman mengikuti pendidikan

  • Jumat, 23 Januari 2015 04:10 WIB LPNU Pertajam Program Penggemukan Sapi

    Sehari setelah dilantik, Lembaga Perekonomian NU Pragaan langsung tancap gas gelar rapat lanjutan di Kantor MWC NU Pragaan, Jum’at, 23 Januari 2015 M. Rapat yang dimulai pada jam 15.00 Wib ini mempertajam program unggulan LPNU yaitu penggemukan ternak sapi dengan kandang komunal. Penggemukan sapi dengan

  • Kamis, 22 Januari 2015 15:00 WIB NU Aeng Panas Bangkit Adakan Haul Akbar

    Seolah ingin menepis anggapan ranting NU yang mati, pengurus baru Ranting NU Aeng Panas bangkit mengadakan kegiatan rutin bulanan berupa pengajian kitab dan konsolidasi, bergiliran dari rumah pengurus ke rumah pengurus lainnya. Bulan maulid tahun inipun dengan bangga mengadakan Haul Akbar dan Peringatan Maulid

  • Jumat, 3 Januari 2014 01:09 WIB K? Rawi Mendidik dengan Ihsan

    Oleh Dr. Ach. Maimun Syamsuddin, M.Ag. Dosen Filsafat Fakultas Ushuluddin INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep Alhamdulillah, gumamnya lirih, sambil membungkuk turun dari surau gedek, setelah santri-santri kecilnya bubar sambil berebut sandal. Segera ia menuju rumah sederhana berlantai semen di sebelah utara

  • Kamis, 2 Januari 2014 11:22 WIB Manusia Pisang

    Oleh A. Warits Anwar Pengajar di PP. Annuqayah, tinggal di PP. Nurul Huda, Pakamban Laok, Pragaan, Sumenep. Manusia manapun yang belum pernah mencicipi pisang, belumlah lengkap hidupnya. Pisang sudah dikenal sejak nenek moyang. Dari pelosok hingga kota besar, dari ujung barat hingga ujung timur. Baik pria

Memuat Data...

Siapkan Identitas
Khusus Warga Kecamatan Pragaan