Imam al-Ghazali dan Penjual Daging
esoftHMD343x Buletin-khidmah Uswah
Suatu hari, Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali shalat berjemaah bersama adiknya, Imam Ahmad. Al-Ghazali menjadi imam dan adiknya menjadi makmum. Tapi, di tengah-tengah shalat, Imam Ahmad mufaraqah (memisahkan diri) dan shalat sendirian.
"Mengapa engkau mufaraqah?" tanya Al-Ghazali seusai shalat.
"Kulihat tubuhmu penuh darah. Maka, aku mufaraqah karena shalat berjamaah tidak sah jika tubuh imam berlumur najis (darah)," jawab sang adik.
Mendengar hal itu, Al-Ghazali sadar bahwa ketika shalat, beliau teringat permasalahan haidh yang sedang beliau tulis. Saat itulah Allah Swt menampakkan apa yang sedang beliau pikirkan kepada Imam Ahmad, sehingga sang adik melihat tubuhnya berlumur darah.
"Bagaimanakah kamu bisa melihat hal-hal ghaib? Dari siapa kamu belajar?" tanya Al-Ghazali, penasaran.
"Engkau tidak layak belajar kepadanya,” jawab Imam Ahmad. “Engkau orang yang masyhur, sedangkan guruku orang biasa."
Karena Imam Ghazali terus mendesak, akhirnya Imam Ahmad setuju untuk membawanya berjumpa dengan sang guru. Di pasar, mereka mendatangi seorang penjual daging dan Imam Ahmad memberitahu bahwa itulah gurunya.
"Tuan, saya ingin belajar ilmu dari Tuan," pinta Al-Ghazali.
Penjual daging menggelengkan kepala; "Aku tidak punya ilmu untuk mengajarimu."
Imam Ghazali merayu lagi, tapi penjual daging itu tetap enggan. Akhirnya, Imam Ghazali berkata; "Saya serahkan diri saya kepada Tuan, laksana mayat menyerahkan diri kepada orang yang memandikan."
"Baiklah,” jawab laki-laki setengah baya itu. “Lepaskan jubah kebesaranmu itu (jubah yang dipakai Imam Ghazali sebagai guru besar Universitas Nidzamiyyah). Sapulah meja tempatku menjual daging ini dengan jubahmu."
Tanpa menunggu waktu, Imam Ghazali menunaikan perintah sang guru. Setelah selesai, beliau berkata; "Ajarilah saya suatu ilmu."
"Besok, datanglah ke rumahku selepas Subuh," jawab penjual daging.
Selepas Subuh, Imam Ghazali sudah menanti penjual daging di depan rumahnya. Namun, ia hanya menyuruh Imam Ghazali memotong rumput di sekitar rumah. Imam Ghazali pun mematuhi. Setalah itu, beliau mengulangi kata-katanya; "Ajarilah saya suatu ilmu."
"Besok, datanglah lagi ke rumahku selepas Subuh," jawabnya, singkat.
Sama seperti sebelumnya, selepas Subuh Imam Ghazali menunggu di depan rumah dan lagi-lagi penjual daging itu hanya menyuruh beliau membersihkan janban (tempat pembuangan kotoran manusia). Imam Ghazali menuruti perintah itu dengan ikhlas. "Tuan, pekerjaan yang Tuan perintahkan telah kulaksanakan. Ajarilah saya ilmu," pinta Al-Ghazali lagi.
"Baiklah, datanglah kembali besok selepas Subuh,” jawabnya.
Keesokan harinya, hal yang sama terjadi lagi. Namun, kali ini Imam Ghazali diperintahkan mensucikan najis di lantai. Tugas ini pun dilaksanakan dengan baik. Setelah selesai, beliau kembali meminta diajari ilmu. Namun, jawaban penjual daging itu sungguh mengejutkan; "Segala ilmu yang kau inginkan sudah kau dapatkan. Sekarang, pulanglah!"
Imam Ghazali pun pulang dengan hati ikhlas. Namun, sejak saat itu, beliau dapat melihat hal-hal ghaib, yang tidak dapat dilihat oleh orang kebanyakan.
***
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini:
- Penjual daging mengajari Imam Ghazali tentang cara mengikis sifat-sifat mazmumah (tercela) seperti egois, tinggi hati, ujub, riya’, dan menanamkan sifat-sifat mahmudah (terpuji) seperti tawadlu’, ikhlas, sabar, taat, kerja-keras, dan tidak berputus asa. Sifat-sifat mazmumah adalah penghalang masuknya ilmu ke dalam hati. Jika hati bersih, maka ia akan mudah menerima ilmu.
- Mencari ilmu harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan kontinyu, tidak boleh putus asa meskipun menemui banyak kendala. Peribahasa Arab mengatakan: Ilmu tidak memberikan sebagian dirinya kepadamu, jika kamu tidak memberikan seluruh hidupmu kepadanya.
- Murid harus datang duluan menunggu guru, bukan guru yang datang menunggu murid. Ilmu harus didatangi, bukan mendatangi.
- Taat terhadap guru selama sang guru tidak memerintahkan pada kemaksiatan. Mengerjakan perintah guru secara ikhlas, tanpa banyak pertimbangan.