Media Dakwah

BUMIAswaja

Media Dakwah MWCNU Pragaan

Titah Sang Ibu

Kamis, 2 Januari 2014 11:12 WIB
357x Buletin-khidmah Cerpen

Oleh Nur Jamila Baisuni


Santriwati Latee II PP Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep


 


Bersama deru ombak yang bising kutitip mimpi dan harapanku pada Tuhan yang menciptanya. Kuharap janji Tuhan atas doa-doa yang kupanjatkan di setiap detak jantungku. Kuyakin Tuhan tak pernah salah. Tuhan tak pernah bohong. Akulah Upek, hamba-Nya yang lemah dan mencoba bermetamorfosis menjadi lebih baik walau tak sempurna. Aku terlahir dari arsitektur sel-sel tak berharta. Tumbuh bersama desir angin di tepi pantai dalam gubuk nestapa, tempatku merajut impian. Kesulitan ekonomi membuatku nyaris putus sekolah. Namun, kucuran keringat ibulah yang mampu menghidupkan semangatku untuk belajar dan membanggakannya. Meski dengan langkah yang begitu lelah kucoba jalani hariku dengan indah.

###

Menjadi ibu yang baik, istri yang tegar dan ketaatannya pada Tuhan, membuatnya tampak anggun dan hebat. Dialah ibuku. Ibu yang menjadikanku benar-benar merasa hidup. Aku begitu menyayanginya, terlampau mencintainya. Keteduhan matanya membuatku damai, semangatnya yang tinggi meyakinkanku untuk menjalani hidup ini walau pahit. Ibu selalu bilang, “Jika Upek ingin jadi orang sukses dunia dan akhirat, yakinlah bahwa Allah tak pernah ciptakan sampah. Kita akan memetik buah dari benih yang kita tanam.”

Aku menyimak dengan saksama.

“Ibu sendiri yakin?”

Ibu mengangguk penuh arti.

“Upek tak yakin. Buktinya ibu tak kaya-kaya meski tiap hari banting-tulang bekerja.” Kulontarkan saja apa yang ada di benakku.

“Upek sayang. Orang sukses itu tak harus kaya, tapi bagaimana ia mampu menata otak dan hatinya ke arah yang baik. Upek paham?” Ibu menjelaskan dengan senyumnya yang khas. Aku mengangguk paham. Kucoba mencerna kata-kata ibu. Kurasa apa yang diucapkan ibu benar.

###

Malam yang dingin. Suasana senyap. Bungkam tak berirama. Hampir aku terlelap, tiba-tiba ada riuh redam mengusik kesenyapan malamku.

“Marni, keluar kau! Serahkan uangmu! Kalau tidak kucekik lehermu!”

Merinding. Dari celah-celah pintu kulihat dia, yang tak perlu kusebut namanya, membuatku risih, cemas, pun takut. Ibu keluar dengan wajah sedikit tegang, ada getir di hatinya.

“Kumohon jangan kacaukan suasana malam ini.” Ibu memelas.

“Ah! Tak usah banyak bacot. Mana uangnya?”

PLAAAAK! Satu tamparan mendarat di pipi ibu. Wajahnya memerah. Lelaki itu mengambil uang dengan paksa.

“Jangan bawa uang itu! Kumohon!”

Ibu memohon seraya merangkul kakinya. Namun ia terjang ibu dengan keras. Lalu pergi. Kukepalkan jemariku. Geram.

“Brengsek!” desisku kesal. Ingin kuhantam dia sekeras mungkin. Sayang, aku tak dapat berkutik. Dia terlalu buas dan liar. Mendengar langkah kakiknya saja aku serasa diserang dentum bom. Dialah…

###

Sakit rasanya bila harus kusebut namanya. Sudah terlampau dalam aku membencinya. Ayah. Ayah yang kurasa tak pernah ada untukku. Ayah yang menyebalkan dan membuatku rapuh. Meski dalam nadiku juga mengalir darahnya, namun dia hanyalah ayahku di mata orang-orang, tidak di hatiku. Kerjanya berfoya-foya, menyiksa ibu, dan mengambil paksa hasil keringatnya. Dalam langkah gamang kuharap aku tak mewarisi sifat bejatnya itu. Dia bukan suami yang baik, bukan pula ayah yang bertanggung jawab. Dia hanyalah lintah harta, benalu, virus, dan hama yang menjadikanku dan ibuku ringkih, remuk, dan rapuh. Maafkan aku, Tuhan. Aku tak bisa menghormatinya. Telah tersimpan luka dan perih di rongga hatiku. Karena dia, ibu harus melakukan sesuatu yang tak seharusnya menjadi kewajibannya.

###

“Ibu harap jika suatu saat Upek sudah berkeluarga, Upek akan memperlakukan dan meyayangi mereka dengan penuh kasih dan cinta.” Ibu tak pernah lelah mewanti-wanti. Ada trauma mendalam tampak di garis wajahnya. “Upek harus jadi lelaki yang baik, suami yang bertanggung jawab dan ayah yang penyayang,” Ibu melanjutkan.

Sikapnya yang tegar membuatku sadar. Ternyata perempuan yang identik dengan sikap sensitif tak selamanya lemah. Di balik lelaki hebat tercipta perempuan kuat. Agama saja melindungi kaum perempuan, lalu kenapa aku tidak? Kumantapkan hatiku untuk mewujudkan mimpi dan harapan ibu. Delapan minggu lamanya tak kujumpai ayah. Muka seramnya, langkah kakinya yang membuatku tegang tak lagi bisingkan malam-malam heningku. Tapi, diam-diam sealun lagu menggema di kalbu. Diam-diam sejumput rasa tumbuh tiba-tiba dan tak bisa kupungkiri. Aku rindu ayah. Meski aku muak, tapi cinta masih jua menitik untuknya. Mungkin karena aku pun manusia yang memilki rasa.

###

Menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu. Sebulan berlalu dan tahun pun berganti. Ada banyak bahasa, cerita, dan rasa yang membuataku remuk dan letih. Letih dengan segala yang harus kujalani. Begitupun dengan kepergian ibu seminggu yang lalu. Semoga dia tenang di sisi-Nya. Betapa perih kutatap kepergianya. Entahlah dengan ayah, tak lagi kudengar kabar setelah kepergiannya setahun yang lalu. Kini kumenata hembusan nafas dan mencoba melupakan semua kekejamannya. Bagaimanapun dia adalah ayahku meski sempat tebersit di benakku rasa kecewa karena aku harus lahir dari spermanya. Allah, ampuni aku. Lindungi ayahku.

###

Delapan tahun berlalu…

Aku telah menjadi sosok lelaki dewasa berusia 25 tahun. Sebagaimana makhluk Tuhan yang lain akaupun memiliki akal, nafsu, pun cinta. Alhamdiulillah, aku bukanlah lagi Upek delapan tahun silam yang polos, penakut, dan sebatang kara. Aku telah memiliki keluarga baru dan suasana yang tak lagi suram. Istriku baik, cantik, dan shalihah. Minimal dalam pandanganku. Anakku pun cerdas, patuh, dan cantik seperti ibunya. Aku begitu mencintai mereka.

###

Suatu pagi yang basah berembun. Keperhatikan istriku yang tampak sibuk dengan sesuatu.

“Ana! Kau tampak sibuk. Ada apa denganmu?”

“Ana ingin jualan kue, Kang.” Dia kembali fokus pada pekerjaannya.

“Apa? Jualan kue? Akang tidak setuju. Kenapa tidak kasih tahu akang terlebih dahulu?”

“Ana, kan, ingin meringankan beban Akang. Apa Ana salah?”

“Memang tak salah, tapi Akang tak mau jika Ana melakukan sesuatu yang bukan kewajiban Ana. Kita kan sudah punya kewajiban masing-masing. Akang cari nafkah, Ana ngurus rumah. Lalu kita sama-sama mendidik putri kita, Kaila. ”

“Tapi, Kang..?” Dia tampak kecewa.

“Istriku. Cintaku. Sudahlah, urungkan saja rencanamu itu. Akang mohon!”

Ana tercenung. Lama sekali. “Baiklah, kalau itu mau Akang.”

Aku memang tak pernah setuju jika istriku juga bekerja. Aku tak ingin kejadian 10 tahun yang lalu terulang. Aku sangat menjaga istri dan putriku. Ada harapan besarku dalam diri mereka. Kuingin mereka menjadi sosok wanita muslimah yang tegar dan memberikan kedamaian pada keluarga, masyarakat, bahkan pada negeri ini. Sebagai lelaki, aku ingin menjadi suami sekaligus ayah seutuhnya, membimbing dan melindungi mereka. Di atas itu aku ingin menjadi anak ibu yang akan mewujudkan mimpi dan harapannya.

Latee II, 17 Juni 2011

  • Ahad, 8 Februari 2015 09:06 WIB Mencium Tangan Guru Dianjurkan

    DISKRIPSI MASALAH Salah satu tradisi warga NU ketika bertemu warga NU lainnya mereka berjabat tangan (asalaman). Bahkan tidak hanya sekedar itu, akan tetapi ada pula yang sampai mencium tangan dengan alasan takdzim, apabila yang mereka jumpai adalah orang alim atau gurunya.   PERTANYAAN Bagaimana

  • Ahad, 8 Februari 2015 08:45 WIB Sosialisasi Korporatisasi Garam Rakyat

    Sosialisasi korporatisasi garam rakyat makin gencar dilakukan PBNU. Seperti yang dilakukan hari Sabtu (7-2-2015) di kantor MWC NU Pragaan, Tim sosialisasi bersama Ketua PCNU Sumenep jumpai petani garam rakyat yang ada di MWC NU Pragaan. Dalam arahannya Ketua Tim Rokib Ismail mengatakan bahwa pemerintah akan

  • Ahad, 1 Februari 2015 22:49 WIB NU Pragaan Mulai Gencarkan Info KARTANU

    Jaddung menjadi ranting NU pertama yang didatangi Tim Kartanu MWC NU Pragaan. Setelah pagi harinya membentuk TIM, sore harinya Ahad (1-2-2015) di kediaman KH. Asnawi Sulaiman PP Al-Ihsan Jaddung TIM Kartanu sosialisasikan Kartanu kepada pengurus dan warga yang ikut perkumpulan ranting. Rais Syuriyah KH. Moh.

  • Sabtu, 31 Januari 2015 22:47 WIB PWNU Ajak PCNU Genjot Kartanu Jilid II

    Meskipun sepanjang pagi diguyur hujan, tak menyurutkan PWNU merapat dengan PCNU dan MWC NU se Kabupaten Sumenep, sabtu (31-01-2015). PWNU sebutkan perolehan Kartanu Sumenep baru 17.000. Jumlah ini masih terbilang sedikit bila dibandingkan dengan PCNU lain. Padahal Sumenep potensi kewargaannya kuat. KH.

  • Rabu, 28 Januari 2015 04:06 WIB LPNU Study Pengelolaan Penggemukan Sapi

    Takut keliru dalam memulai usaha penggemukan ternak, pengurus LPNU adakan study awal pendirian kandang komunal, dan pemeliharaan sapi, pada hari Rabu, 28 Januari 2015. Lokasi study  yang dipilih adalah Kelompok Tani di Pamekasan Madura. Kelompok tani ini telah punya banyak pengalaman mengikuti pendidikan

  • Jumat, 23 Januari 2015 04:10 WIB LPNU Pertajam Program Penggemukan Sapi

    Sehari setelah dilantik, Lembaga Perekonomian NU Pragaan langsung tancap gas gelar rapat lanjutan di Kantor MWC NU Pragaan, Jum’at, 23 Januari 2015 M. Rapat yang dimulai pada jam 15.00 Wib ini mempertajam program unggulan LPNU yaitu penggemukan ternak sapi dengan kandang komunal. Penggemukan sapi dengan

  • Kamis, 22 Januari 2015 15:00 WIB NU Aeng Panas Bangkit Adakan Haul Akbar

    Seolah ingin menepis anggapan ranting NU yang mati, pengurus baru Ranting NU Aeng Panas bangkit mengadakan kegiatan rutin bulanan berupa pengajian kitab dan konsolidasi, bergiliran dari rumah pengurus ke rumah pengurus lainnya. Bulan maulid tahun inipun dengan bangga mengadakan Haul Akbar dan Peringatan Maulid

  • Jumat, 3 Januari 2014 01:00 WIB Sesal Kelabu

    Oleh Diyah Ayu Fitriana*) Nasi telah menjadi bubur, begitu kata pepatah. Dan ini yang aku rasakan sekarang. Aku masih tetap berada di dalam lingkar perih yang mengurungku dengan rasa bersalah. Bertahun-tahun aku dibelenggu rasa yang aku sendiri tak kuat menahannya. Ma, makan dulu yach... Aku menyuguhkan

  • Kamis, 2 Januari 2014 11:12 WIB Titah Sang Ibu

    Oleh Nur Jamila Baisuni Santriwati Latee II PP Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Bersama deru ombak yang bising kutitip mimpi dan harapanku pada Tuhan yang menciptanya. Kuharap janji Tuhan atas doa-doa yang kupanjatkan di setiap detak jantungku. Kuyakin Tuhan tak pernah salah. Tuhan tak pernah bohong. Akulah

  • Rabu, 1 Januari 2014 04:13 WIB Masjid Kesepian

    Oleh: AF. Raziqi Pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) di Sumenep   Senja yang buram. Aku duduk terpaku menatap langit kelabu. Awan tebal membuntuti burung-burung yang berkejaran seakan berlomba mencapai sarang. Sebentar lagi hujan, pikirku. Aku duduk di teras masjid. Kuperhatikan lekuk langit yang

  • Rabu, 1 Januari 2014 02:08 WIB Suatu Malam di Sudut Mushalla

    Ayu Afandi* Dari balik jemuran ini, kuperhatikan gadis itu. Sosok yang begitu manis dan santun. Wajahnya selalu berseri. Mulutnya yang komat-kamit seolah tak ada keluh terpendam. Keriangan yang terpancar di matanya begitu bertolak belakang dari sisi buruk yang selama ini disematkan padanya. Si Ratu Denda.

  • Selasa, 24 Desember 2013 09:43 WIB Bus Pertiwi

    Oleh Ali Fahmi   Knalpot menderu mengentutkan asap-asap pekat, menyesakkan jantung. Ban bundar berotasi mengikuti kilometer pedal gas. Poros penghubung yang karatan berbunyi menakutkan. Bus yang sudah tua dan usang dihantam cuaca dan masa itu terus meliuk di tikungan-tikungan terjal. Jalan beraspal

  • Senin, 23 Desember 2013 20:20 WIB Di Balik Jeruji

    Oleh Mahmudah Imam   Kupanggil dia Cinta; anugerah terindah yang selalu mengikat perasaanku. Di setiap tatapannya, ada rona cemburu yang tak kutahu untuk siapa. Ada resah dalam kalimat-kalimat bisu yang disuarakan. Ada amarah, juga benci, yang belum kupahami karena apa. Setelah itu, selalu ada

Memuat Data...

Siapkan Identitas
Khusus Warga Kecamatan Pragaan