Ummu Salim, Wanita Maskawin Islam
esoftHMD279x Buletin-khidmah Uswah
Ummu Salim menjadi janda setelah ditinggal minggat oleh Malik, suaminya. Ia bertolak ke Syria setelah mengetahui Rasulullah mengharamkan khamar, minuman keras kesukaannya, dan meninggal di sana dalam sebuah kecelakaan. Maka tinggallah wanita ini bersama seorang putranya, Anas ibn Malik.
Ummu Salim kemudian dilamar Abu Thalhah, tapi tidak langsung menerima. “Lelaki sepertimu sebetulnya tak layak ditolak. Hanya sayang, kau kafir sedangkan aku Islam. Pantang bagiku kawin dengan orang kafir.”
Tahu Ummu Salim minta maskawin masuk Islam, Abu Thalhah segera menemui Rasulullah saw. Diceritakannya apa yang tadi dikatakan Ummu Salim, dan ia pun lalu dikawinkan oleh Rasulullah dengan maskawin memeluk Islam.
Berdua mereka arungi kehidupan rumah tangga dengan bahagia. Apalagi setelah itu Allah meramaikan rumah tangga mereka dengan seorang anak laki-laki. Tak terukur kedalaman cinta Abu Thalhah kepada putranya itu. Tak heran bila ia merasa sangat terpukul saat menatap putranya sakit keras.
Menjelang Subuh Abu Thalhah bangun, lalu ke masjid. Hari itu ia tinggal bersama beliau sampai menjelang tengah hari. Setelah itu ia pulang sebentar, tidur sejenak dan makan. Usai salat lohor ia pergi lagi sampai sore, pulang sebentar, lalu berangkat lagi menemui Rasulullah—dalam riwayat lain pergi ke masjid. Pada saat itulah putranya yang terbaring sakit menghembuskan nafas terakhir.
Ummu Salim berpikir sejenak, lalu memutuskan, “Abu Thalhah tidak boleh mendengar berita buruk ini dari orang lain. Aku sendirilah yang harus menyampaikan langsung kepadanya.” Dibentangkannya selembar kain di atas mayat putranya dan ditaruhnya di kamar samping.
Tak lama setelah itu Abu Thalhahdatang bersama beberapa orang sahabat. “Bagaimana putraku?” tanyanya.
“Sudah tak mengeluh lagi. Mungkin ia sedang tidur,” jawab sang istri.
Sementara Abu Thalhah menuju tempat tidur, Ummu Salim menghias diri jauh lebih molek daripada hari-hari sebelumnya. Baru setelah itu ia masuk ke kamar menuju tempat tidur bersama suaminya. Sebagai laki-laki tentu saja Abu Thalhah langsung terbuai oleh siraman aroma istrinya.
Di penghujung malam Ummu Salim berbisik kepada Ab? Thalhah, “Suamiku, jika ada orang meminjamkan sesuatu kepada orang lain, kemudian orang itu memintanya kembali, menurutmu apakah orang lain itu berhak menolak?”
“Tidak,” jawab Ab? Thalhah.
Lalu Ummi Salim melanjutkan, “Allah Swt. telah meminjamkan kepadamu seorang putra, dan kini Dia telah menariknya kembali ke pangkuan-Nya. Maka sabarlah dan jangan bersedih!”
Ia marah sekali mendengar ucapan istrinya itu. “Sampai hati kau melakukan ini, sementara kau biarkan aku tidak mengetahui kematian anakku!” katanya dengan nada emosi. Tetapi, ia segera menyadari betapa luhur apa yang diperbuat istrinya itu. Segera ia mengucap Innalill?h dan bersyukur kepada Allah.
Pagi pun tiba. Abu Thalhah bergegas mandi lalu berangkat menuju Rasulullah saw. Ia salat bersama beliau. Ia ceritakan kematian putranya dan apa yang dilakukan istrinya. Rasulullah saw. lalu berdoa, “Semoga Allah memberkahi malam yang telah kalian lalui bersama.”
Ternyata, malam itu benar-benar memberi berkah. Ummu Salim hamil, dan itu membuat dirinya tak bisa lepas dari Rasulullah. Ke mana pun beliau pergi selalu ia ikuti. “Kalau sudah lahir nanti, bawa anakmu kepadaku,” demikian pesan Rasulullah kepada Ummu Salim.
Maka, begitu bayi itu lahir, Ummu Salim segera teringat pesan Rasulullah. Ia berkata kepada putranya, Anas, “Jangan kasih apa pun sebelum bayi ini dibawa kepada Rasulullah saw.” Anas menceritakan kalau semalaman bayi itu menangis. Tetapi, dengan telaten ia melindunginya sampai pagi.
Ummu Salim memberi Anas beberapa butir kurma untuk dibawa kepada Rasulullah bersama bayinya. Saat Anas datang, kebetulan beliau yang masih mengenakan gaun selimut sedang mengurus unta atau kambingnya.
Rasulullah lalu mengambil kurma yang dibawa Anas, mengunyahnya sampai bercampur ludah, menciduknya dari mulut beliau lalu memasukkannya ke mulut si bayi. Dengan demikian, si bayi telah mencecap manisnya kurma sekaligus ludah Rasulullah sekaligus sebelum mencecap sesuatu yang lain. Ini sekaligus menjadikan bayi itu sebagai bayi pertama yang ususnya dibuka dengan ludah Rasulullah saw. Beliau memberinya nama ‘Abd Allah.
Kelak di belakang hari, tak ada pemuda yang lebih agung daripada dia. Dan darinya pula banyak laki-laki ternama lahir mengisi lembaran sejarah Islam. ‘Abd Allah sendiri kemudian gugur sebagai syahid dalam sebuah pertempuran di Persia.