Ibadah Berbuah Karomah
Sipe316x Buletin-khidmah Figur
Profil KH. Ahmad Fauzi Sirran bagian ketiga (terakhir), difokuskan pada karomah beliau. Karomah adalah keistimewaan seseorang yang berada di luar kemampuan manusia biasa. Keistimewaan itu muncul karena ketakwaannya kepada Allah Swt.
Â
Dimusuhi Pencuri
Ini kisah sekelompok pencuri yang hendak menyatroni kediaman Kiai Fauzi pada awal berdirinya PP. Al-Ihsan. Mereka berhasil masuk ke kawasan pondok dan menggondol beberepa barang curian.
Ketika hendak pulang, mereka kaget karena kawasan pondok tiba-tiba dikelilingi danau besar. Dengan sangat terpaksa, mereka berenang ke tepian. Setibanya di tepi danau, meraka kembali terkejut karena danau itu ternyata hanya semu. Mereka sebenarnya berenang di tanah berbatu, sehingga tubuh mereka penuh luka.
Pada kesempatan lain, sekelompok pencuri berhasil menggondol seekor kambing milik pondok. Mereka memanggul dan membekap mulut kambing tersebut karena meronta-ronta.
Setibanya di tempat tujuan, kambing itu diturunkan dari punggung salah seorang pencuri. “Lho, kok berubah!” serunya kaget. Ya, kambing itu tiba-tiba berubah menjadi batu besar.
Karena merasa dipermainkan, para pencuri berniat membunuh Kiai Fauzi. Kesempatan itu datang ketika mereka melihat beliau sedang berdiri bersedekap di sebelah timur pondok. Tanpa pikir panjang, mereka menyerang beliau dengan celurit. Entah bagaimana prosesnya, tiba-tiba celurit itu terpental mengenai paha mereka sendiri.
Â
Mengamini Doa
Malam itu, jarum jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Seorang tamu dari Pamekasan bermaksud sowan (nyabis) ke dhalem Kiai Fauzi. Karena tidak memahami rute, tamu itu “kesasar” ke rumah salah seorang warga Pangambengan. "Anak saya sakit parah. Saya bingung harus bagaimana. Lalu saya diberitahu tetangga untuk sowan ke Kiai Fauzi. Saya diberi alamat, katanya rumah Kiai Fauzi berada di utara Masjid Pangambengan. Makanya saya datang kemari," cerita sang tamu.
"Kediaman Kiai Fauzi awalnya memang di lingkungan sini. Tapi sekarang beliau sudah pindah ke utara sana,” jawab tuan rumah. ”Tapi beliau tidak menerima tamu pada malam hari, apalagi tengah malam begini," tambahnya.
Tamu itu terlihat bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
"Sebaiknya bapak tetap melaksanakan niat. Saya akan antarkan bapak ke sana. Jam segini Kiai Fauzi biasanya shalat dan berdoa. Bapak cukup mengamini doa beliau di depan dhalem," tuan rumah menawarkan. Sang tamu pun setuju.
Keduanya lalu berangkat menuju kediaman Kiai Fauzi. Seperti yang direncanakan, tamu itu hanya mengucapkan “amin...amin... amin…” di depan kediaman Kiai Fauzi. Setelah itu, ia langsung pulang ke Pamekasan.
Keesokan harinya, tamu itu datang lagi. "Alhamdulillah, anak saya sudah sembuh. Sekarang saya ingin sowan langsung kepada beliau," terangnya dengan wajah berbinar.
Â
Melintas Secepat Kilat
Malam itu, Kiai Fauzi berniat menghadiri acara di sebelah utara PP. Al-Ihsan. Beliau mengajak seorang santri untuk menemani. Keduanya berjalan kaki menuju tempat acara.
Setibanya di kawasan Grugguk, keduanya melihat segerombolan orang berjalan ke arah berlawanan. Kawasan Grugguk memang sepi dan terkenal sebagai sarang penyamun. Si santri tampak khawatir. "Apakah kamu takut?" tanya Kiai Fauzi.
Si santri tergagap; ia diam saja. "Pegang tanganku," pinta Kiai Fauzi.
Si santri memegang tangan beliau dengan perasaan sungkan. Dan, sejurus kemudian, entah kapan dan bagaimana prosesnya, ternyata mereka berdua sudah melintasi gerombolan orang tadi.
Â
Berada di Dua Tempat
Ini kisah wali santri asal Desa Kaduara yang hendak sowan kepada Kiai Fauzi. Dia berangkat mengendarai sepeda motor. Namun, sesampainya di barat jembatan Pakamban, dia terkejut melihat Kiai Fauzi berjalan seorang diri mengenakan sorban putih. Ia kemudian mendekat seraya mengucapkan salam.
“Saya wali santri, Kiai. Saya berencana sowan pada kiai,” ucapnya.
“Oh iya, silahkan ke rumah,” dawuh beliau.
Mendapat perintah seperti itu, wali santri langsung menuju kediaman Kiai Fauzi. Dia bermaksud menunggu kiai pulang dari perjalanan. Tapi alangkah terkejutnya si tamu, karena Kiai Fauzi terlihat sedang menyapu halaman dhalem dengan mengenakan kaos warna putih. Pada awalnya, dia berusaha tidak percaya. Tapi yang dilihatnya nyata, bahwa itu adalah Kiai Fauzi. Bahkan beliau langsung menyambutnya dan menemuinya bersama tamu-tamu yang lain.
Â
Pagar Gaib
Suatu hari, Kiai Fauzi kedatangan tamu dari Pulau Jawa. Sang tamu bercerita, bahwa dirinya memelihara banyak jin. "Setiap bepergian, saya pasti dikawal oleh dua jin. Tapi ketika hendak masuk ke lingkungan sini, dua pengawal saya tidak mau ikut. Ketika saya tanyakan, mereka bilang takut terbakar jika tetap masuk ke sini. Makanya saya penasaran, sebenarnya kiai punya amalan apa?"
"Itu amalan para santri,” jawab Kiai Fauzi, merendah. “Para santri di sini biasa mengaji Surat Yasin setiap malam Jum’at."
Â
Barokah Minyak
Salah satu kebiasaan Kiai Fauzi adalah memberikan minyak angin atau minyak wangi kepada para tamu yang sowan kepada beliau. Minyak tersebut konon bisa memberi banyak manfaat, baik untuk urusan bisnis, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Salah satunya adalah kisah unik seorang santri yang sedang memperbaiki bel pintu yang rusak. Si santri sudah berusaha memperbaiki, namun belum berhasil. "Mungkin bel ini hanya masuk angin," ujar salah seorang putra Kiai Fauzi sambil memoleskan minyak angin yang biasa diberikan pada tamu. Anehnya, bel itu bisa berbunyi lagi.
Kisah unik lainnya terjadi pada seorang santri yang dipercaya merawat mobil pondok. Saat itu ia sedang memeriksa kerusakan mobil tua tersebut. Ternyata ada satu baut yang benar-benar karat dan tidak bisa dilepas. Berbagai cara sudah dilakukan, namun tidak berhasil.
"Mungkin ini butuh pelumas," ujar salah seorang putra Kiai Fauzi sambil meneteskan minyak wangi yang biasa diberikan kepada para tamu. Setelah itu, beliau mengambil palu dan langsung memukulkannya. Baut itu pun lepas dengan sendirinya.
Â
Telepati antar Wali
Tahun 1982, Kiai As’ad Samsul Arifin (Pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Sukorejo) yang terkenal wali dan termasuk salah satu pendiri NU, memanggil asistennya Ust. Mansur Idris. “Siapa nama kiai kamu di Madura itu?” tanya Kiai As’ad.
“Kiai Ahmad Fauzi Sirran” jawab Ust. Mansur.
Tiga hari kemudian, Ust. Mansur dipanggil dan ditanyai hal yang sama oleh Kiai As ad. Ust. Mansur pun menjawab seperti semula.
Selang tiga hari, ternyata Kiai Fauzi benar-benar datang ke Sukorejo menemui Kiai As’ad. “Saya tidak habis fikir, bagaimana cara Kiai As’ad memanggil Kiai Fauzi dalam waktu secepat itu,” cerita Ust. Mansur. ”Padahal waktu itu belum ada alat komunikasi secanggih sekarang,” tambahnya.
Â
Karomah Setelah Wafat
Suatu hari, seorang peziarah mengunjungi makam almaghfurlah K.H. Ahad Fauzi Sirran yang berada di pemakaman umum Kampung Pangambengan. Di sana ia mengaji dan membaca tahlil. Kemudian dilanjutkan dengan doa bagi almarhum dan doa memohon kepada Allah Swt agar mobilnya segera laku. Setelah selesai, dia beranjak pulang.
Belum sampai keluar area pemakaman, HPnya berdering. Ternyata itu adalah panggilan dari orang yang hendak membeli mobilnya. "Subhanallah, saya belum keluar dari pemakaman, sudah ada yang menawar mobil saya dengan harga yang pantas," ujarnya gembira.
***
Kisah-kisah di atas, hanyalah sebagian dari karomah yang diberikan oleh Allah Swt kepada almaghfurlah Kiai Fauzi Sirran. Dari sini kita dapat mengambil ibrah, bahwa para kekasih Allah Swt itu senantiasa berada di dalam naungan rahmatNya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Swt berfirman, "Di antara hamba-hambaKu ada yang selalu dekat kepadaKu dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi telinganya untuk mendengar, menjadi matanya untuk melihat, tangannya untuk meraba, dan kakinya untuk berjalan." (@lif/Sipe)